Tidak ada diskriminasi gender dalam penyakit jantung. Baik pria maupun wanita memiliki risiko terkena penyakit mematikan ini.
Meskipun
tak mengenal gender, tetapi ada perbedaan gejala serangan jantung
antara pria dan wanita. "Dalam serangan jantung, waktu adalah otot.
Semakin cepat Anda mendapat pertolongan, jantung Anda akan semakin bisa
diselamatkan," kata Richard Krasuski, ahli penyakit jantung dari
Cleveland Clinic.
Hal itu berarti kita harus bisa mengenali
gejala serangan jantung. Namun, tanda-tanda yang muncul bisa jadi bukan
yang seperti ini Anda pikir, terutama jika serangan ini dialami wanita.
"Ketika
seorang wanita datang ke rumah sakit, mereka mungkin tidak
mendeskripsikan 'serangan jantung seperti di film', yakni mencengkeram
dada dengan rasa sakit menjalar ke lengan," terang Direktur Joan H Tisch
Center for Women dari NYU Langone Medical Center, Nieca Goldberg.
Gejala-gejala
seperti ada tekanan di dada, sesak napas, atau ada tekanan di antara
bahu, sering membuat seorang wanita berobat ke dokter. Namun, mereka
tidak menyadari bahwa itu sebenarnya adalah serangan jantung.
Sebuah
penelitian pada tahun 2013 menemukan, satu dari lima wanita yang pernah
mengalami serangan jantung, gejala yang mereka alami bukanlah rasa
sakit di dada. Tetapi, yang dirasakan adalah sakit pada rahang, leher,
atau tenggorokan, serta merasa amat kelelahan, mual, dan pusing.
Tidak
mengenal tanda tersebut sebagai gejala serangan jantung dapat berisiko
memperlambat penanganan medis. Sayangnya, kebanyakan orang tidak
menyadari keluhan yang dialaminya adalah gejala dari serangan jantung.
Faktor
risiko penyakit jantung pada pria dan wanita sebenarnya sama, yakni ada
riwayat penyakit ini dalam keluarga, obesitas, merokok, dan hipertensi.
Tetapi, wanita memang diuntungkan karena biasanya penyakit jantung
mereka alami sedikit lebih lambat dari pria. Hal ini karena adanya
hormon estrogen.
"Hormon estrogen menjaga fleksibilitas pembuluh
darah dan memperlancar aliran darah," kata Marla Mendelson, kardiolog
dari Center for Womens Cardiovaskular Health di Bluhm Cardiovaskular
Institute.
Penelitian telah membuktikan bahwa risiko penyakit
jantung meningkat seusai wanita mengalami menopause, ketika menstruasi
berhenti, dan produksi estrogen menurun. Wanita yang lebih muda yang
mengalami menopause dini kehilangan estrogennya lebih dini pula, maka
mereka juga berisiko.
Kondisi terkait kehamilan juga mampu
meningkatkan risiko penyakit jantung. Sebuah penelitian awal tahun ini
mengaitkan diabetes gestasional—jenis diabetes yang terjadi selama
kehamilan- dengan pengerasan arteri atau ateroklerosis.
Serupa
dengan kondisi tersebut, wanita yang mengalami peningkatan tekanan darah
selama kehamilan—dikenal sebagai preeklampsia—juga dua kali berisiko
terkena penyakit jantung pada masa mendatang.
Wanita yang
memiliki faktor-faktor risiko tersebut bisa lebih memperhatikan gaya
hidupnya. Lakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala, kendalikan
tekanan darah, dan berolahraga secara teratur
Sumber : kompas.com
No comments:
Post a Comment